Maulana Lahir Tahun 1863 di Padang, merupakan seorang Wali Qutub yang membawa Thareqat Naqsyabandi dari Jabbal Qubais Mekkah ke Nusantara.
Takluknya Sang Pendekar
Muhammad Qessah adalah seorang pendekar ahli silat tak terkalahkah yang terkenal mulai dari Muara Sipongi di Sumatera Utara sampai ke Teluk Bayur di Sumatera Barat. Begitu hebatnya ilmu silat yang dimilikinya sehingga banyak orang berguru kepadanya terutama dari kalangan anak-anak muda di masa itu. Tidak kecuali pihak Belanda pun mengangkat Beliau sebagai pegawai untuk mengamankan daerah dan tentu saja tidak ada orang yang berani melawan Beliau. Beliau punya prinsip kalau kalah akan berguru tapi kalau menang orang yang kalah tersebut harus berguru kepada Beliau.
Suatu hari tersiar kabar ada seorang Syekh Tarekat yang mempunyai ilmu tinggi yang tidak bisa terkalahkan juga dan murid-murid Muhammad Qessah yang semula berguru kepada Beliau berpindah berguru kepada Syekh Tarekat tersebut. Hal ini membuat Muhammad Qessah penasaran dan ingin sekali menantang Syekh Tarekat tersebut berkelahi, mengadu ilmu sesuai dengan prinsip Beliau kalau kalah akan berguru kepada orang yang bisa mengalahkan Beliau.
Beliau mengunjungi Syekh Tarekat tersebut dengan menunggang kuda. Ketika mau sampai ke rumah Tuan Syekh, Beliau berhenti di tepi sebuah telaga untuk beristirahat sejenak sambil mencuci muka dan memperbaiki letak penutup kepala Beliau dengan maksud ketika mengunjungi Tuan Syekh pakaian dan penampilan Beliau akan kelihatan rapi.
Ketika sampai di rumah Tuan Syekh yang tidak lain adalah seorang ulama Tasawuf terkenal didaerah Hutapungkut dan sekitarnya, Beliau bernama Syekh Sulaiman Hutapungkut, khalifah dari Saidi Syekh Sulamaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah, seperti sudah mengetahui kedatangan Muhammad Qessah.
Syekh Sulaiman Hutapungkut menunggu di serambi rumah dengan hanya ditemani oleh istri Beliau.
“Assalamu’alaikum,” kata Muhammad Qessah dengan suara lantang. “Wa’alaikum salam,” jawab Syekh Sulaiman Hutapungkut.
Muhammad Qessah dipersilahkan duduk dengan jarak lebih kurang 2 meter dari tempat duduk Syekh Sulaiman Hutapungkut.
Kemudian Syekh Sulaiman Hutapungkut bertanya, “Apa maksud kedatangan Tuan kemari?” dengan tanpa basa basi, Muhammad Qessah menjawab, “Saya ingin menantang Tuan Syekh mengadu ilmu!”
Syekh Sulaiman Hutapungkut dengan tenang menjawab, “Saya perhatikan, sorban tuan agak miring.”
“Ah tidak,” jawab Muhammad Qessah.
“Sebaiknya tuan bercermin dulu untuk memastikannya,” kata Syekh Sulaiman Hutapungkut.
Kemudian Syekh Sulaiman Hutapungkut meminta istri Beliau untuk mengambil sebuah cermin dan kemudian cermin itu diberikan kepada Muhammad Qessah. Ketika Muhammad Qessah melihat cermin alangkah terkejutnya karena di cermin itu dilihat wajahnya penuh dengan coretan luka. Dalam hati Beliau berfikir kapan Tuan Syekh tersebut melukai mukanya padahal dari tadi Tuan Syekh tidak bergerak sedikitpun dari kursinya.
Kemudian Muhammad Qessah dengan penasaran bertanya, “Ilmu apakah ini Tuan Syekh?”
Syekh Sulaiman Hutapungkut menjawab, “inilah ilmu antara diam dan gerak, ilmu sebelum berperang sudah menang.”
Akhirnya Muhammad Qessah mengakui kehebatan dari Syekh Sulaiman Hutapungkut dan berguru kepada Beliau.
Muhammad Qessah adalah nama kecil dari Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi.
Belajar Tarekat di Hutapungkut dan Jabal Qubais
Seperti kisah di atas, guru tarekat pertama Syekh Hasyim adalah Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan.
Syekh Hutapungkut adalah khalifah dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Makkah. Setelah Syekh Hasyim menjadi murid kepala dan khalifah yang dituakan di Hutapungkut, maka Beliau disuruh oleh Syekh Hutapungkut untuk berhaji dan berguru kepada Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Makkah.
Maka berangkatlah Syekh Hasyim ke Makkah tahun 1918, sesampainya di Makkah kiranya Syekh Sulaiman Zuhdi telah berlindung dan yang didapati Syekh Hasyim ialah Syekh Ali Ridha, khalifah dan menantu Syekh Sulaiman Zuhdi, kepada Syekh Ali Ridha itulah seterusnya Syekh Hasyim berguru di Jabal Qubais.
Beberapa tahun di Jabal Qubais, maka Syekh Hasyim diangkat pula sebagai murid kepala dan khalifah yang tertua. Syekh Hasyim pernah 2 tahun memimpin langsung Suluk Sentral seluruh dunia tersebut, karena Syekh Ali Ridha sedang uzur di masa itu. Bahwa sesungguhnya Syekh Hasyim adalah murid yang terpercaya dan tahkiq, kiranya Beliau telah menerima waris muthlak dari guru Beliau, Syekh Ali Ridha.
Selama di Jabal Qubis Mekkah dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh makrifat. Pada Kesempatan itu pula beliau berpuluh puluh kali berziarah ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat Haji.
Disamping berguru kepada Syekh Ali Ridha, Syekh Hasyim juga berguru kepada Syekh Husin yang mendampingi Syekh Ali Ridho di Jabal Qubaisy Makkah.
Sampai saatnya Syekh Hasyim meminta izin untuk kembali dan pulang ke Sumatera, maka Syekh Ali Ridha memberi izin dan disuruh membawa sekalian pusaka-pusaka yang telah diwariskan.
Rupanya Syekh Ali Ridha telah arif akan apa yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang dan dengan takdir Allah SWT, sesampianya di Sumatera Syekh Hasyim tidak bisa lagi kembali ke tanah suci Makkah karena terjadi 2 hal, yaitu:
- Terjadinya perang dunia pertama
- Di Tanah Suci Makkah terjadi pengambil alihan kekuasaan oleh kaum Wahabi yang tidak mengerti akan suluk dan melarang dibukanya Jabal Qubais.
Kembali ke Sumatera
Setelah kembali ke Indonesia, Beliau menetap di Buayan Sumatera Barat, sebagai seorang Syekh tarekat yang mashyur dan juga seorang pendekar ulung, jago silat kawakan yang tak ada tolok bandingnya.
Sebagai seorang perintis kemerdekaan, beliau pernah dibuang di Boven Digul tahun 1928-1932dan menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan.
Syekh Muhammad Hasyim mempunyai 3 buah alkah atau surau tempat suluk, yaitu:
- Buayan/ Lubuk Alung (Padang)
- Kubang Sirakuk (Sawahlunto)
- Ranjau Batu (Muara Sipongi)
Di mana suluk-suluk besarnya masing-masing adalah Suluk Haji di Buayan, Suluk Puasa di Sawahlunto dan Suluk Maulid di Ranjau Batu. Pada saat itu usia Syekh Hasyim sudah sangat lanjut, digendong kian kemari kemana Beliau akan pergi.
Walaupun keadaan fisik Beliau kelihatan sudah uzur tetapi wajah Beliau tetap bulat penuh, bercahaya dan berseri-seri. Beliau tetap bersih dan tidak hilat sedikitpun.
Pantun Syekh Hasyim
Mengenai peramalan dari Dzikrullah menurut Beliau harus diamalkan secara berkesinambungan sesuai syairnya:
Kalau ingin tahu diparak ganting Lihatlah dari guguk pelana
Kalau ingin tahu dilemaknya emping Kunyalah dahulu lama-lama
Agar Tuhan dengan kita harus di upayakan dengan amal yang sungguh-sungguh, sehingga lebih dekat dengan urat leher kita sendiri, seperti Fatwanya:
Payah-payah mencari bilah Bilah ada di dalam buluh Payah-payah mencari Allah
Allah sangat dekat dengan tubuh
Cintanya kepada Allah, Rasul dan Guru dikiaskannya dalam pantunnya :
Guruh petir menuba limbat Pandan serumpun di seberang Tujuh ratus carikan obat Badan bertemu maka senang
Dendang dua dendang tiga Pecah periuk pembuat rendang Biar makan biar tidak
Asal duduk berpandangan
Baginya menguasai ilmu metafisik bukan tujuan, tdk ada artinya metafisik tanpa Allah, tujuannya adalah “ilahi anta makasudi waridhoka matlubi “ dan bagi orang yang beserta Allah tidak akan dapat dicederai dengan ilmu metafisik jenis apa pun, sesuai kias Beliau :
Pucuk sijali si jalintas Pucuk sijali si jali muda Di langit tuan melintas Kami dibalik itu pula
Segala derita diseluruh dimensi alam adalah masalah, dan segala masalah hanya dapat diatasi dengan dimensi yang dapat mengatasi masalah, Mengembalikan semua masalah pada dimensi absolute dengan teknik tertentu yaitu Allah SWT secara realita (bukan khayalita) membuat masalah akan selesai,denegan memberi hikmah kepada siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut, seperti petuah Beliau:
Padi pulut tiga tangkai Dibawa orang indrapura Dunia kusut akan selesai
Ujung dan pangkal telah bersua
Akhir Hayat Syekh Hasyim
Menjelang Syeikh Hasyim wafat pada tahun 1954 beliau sudah secara diam-diam menurunkan dan mewariskan segala ilmunya kepada YM Ayahanda Guru, begitu juga sekalian pusaka yang beliau terima dari Jabal Kubis, Statuten, bendera-bendera kerasulan serta pusaka-pusaka lainnya termasuk cincin kesayangan.
Akhirnya Syeikh Hasyim wafat, dan keluarga serta murid-muridnya bertangisan. Tetapi lebih kurang empat jam kemudian ia bangun lagi dan menyuruh orang mencari YM Ayahanda Guru. Ketika YM Ayahanda Guru datang, Syeikh Hasyim berkata:
“Aku tadi telah meninggal empat jam, tetapi aku permisi pada Tuhan Allah untuk hidup kembali agak sebentar, karena ada lagi yang lupa yang belum aku turunkan pada anak”.
Beberapa hari lagi setelah ilmu terakhir ini diturunkan, Syeikh Hasyim berpulang ke rahmatullah.
Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi berpulang ke rahmatullah pada hari rabu, tgl 07 April 1954 jam 13.05 siang, dan dimakamkan di Buayan, Lubuk Alung, Sumatra Barat.
Dari Syekh Muhammad Hasyim rahasia suci turun kepada muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengerjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang banyak sebagai seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan zahir dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah yaitu: Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi q.s.