Syekh Muhammad Baba as-Samasi (q) adalah seorang murid utama dari al-Azizan (Syekh Ali ar-Ramitani (q)). Beliau juga adalah seorang Ulama bagi para Wali dan Wali dari para Ulama. Beliau adalah orang yang unik di dalam ilmu lahir dan batin. Keberkahannya meresap ke setiap bangsa di zamannya. Dari keinginannya belajar, beliau membuat setiap ilmu gaib dan rahasia-rahasia menjadi terungkap. Beliau adalah puncak Sang Suryanya Ilmu Lahir dan Batin pada abad ke-8 Hijriah. Salah satu tanda keramatnya adalah naiknya beliau dari Kubah Batu, yang merupakan kalbunya, menuju Maqam Arif dari para Arifin. Dari segala penjuru orang-orang yang berpengalaman dalam hikmah spiritual berziarah ke Taman Ilmunya dan bertawaf mengelilingi Ka’bah Bimbingannya.
Beliau dilahirkan di Sammas, sebuah desa di pinggiran Ramitan, tiga mil dari Bukhara. Beliau mengalami kemajuan dalam perjalanannya dengan membaca dari Ilmu Qur’an, menghafalkan Qur’an dan Hadits, dan menjadi ulama besar Fiqh.
Kemudian beliau mulai mempelajari Teologi, Logika dan Filosofi (‘ilm al-Kalam), begitu pula Sejarah, sampai beliau menjadi seorang ensiklopedia berjalan untuk berbagai ilmu dan seni. Beliau mengikuti Syekh Ali Ramitani al-`Azizan (q) dan terus menjalani kehidupan zuhud. Beliau mempraktikkan khalwat dalam kehidupan sehari-harinya, hingga beliau mencapai suatu tingkat kesucian yang membuat syekhnya diizinkan untuk mentransfer Ilmu Surgawi ke dalam kalbunya. Keramat dan tingginya maqam beliau menjadi terkenal. Sebelum wafatnya Syekh `Ali Ramitani (q) memilihnya sebagai penerusnya dan memerintahkan seluruh muridnya untuk mengikutinya.
Ketika beliau melewati desa Qasr al-`Arifan, beliau sering berkata, “Dari tempat ini aku dapat mencium wangi seorang Arif yang akan muncul dan seluruh tarekat ini akan dikenal melalui namanya.” Suatu hari beliau melewati desa itu dan berkata, “Aku dapat mencium wanginya begitu kuat seolah-olah Sang Arif tadi telah lahir.” Tiga hari berlalu, dan kakek dari seorang anak mendatangi Syekh Muhammad Baba as-Samasi (q) dan berkata, “Ini adalah cucuku.” Beliau berkata kepada para pengikutnya, “Bayi ini adalah Sang Arif yang telah kuceritakan kepada kalian. Aku melihat bahwa kelak ia akan menjadi seorang pembimbing bagi seluruh manusia.
Rahasianya akan mencapai semua orang yang saleh dan ikhlas. Ilmu Surgawi yang Allah curahkan padanya akan mencapai setiap rumah di Asia Tengah. Asma Allah akan terukir (naqsy) pada kalbunya. Dan tarekat ini akan mengambil namanya dari ukiran ini.”
Dari Kata-Katanya
Seorang salik harus selalu menegakkan Perintah Ilahi, dan ia harus senantiasa dalam keadaan suci (mempunyai wudu). Pertama-tama ia harus mempunyai kalbu yang murni yang tidak pernah melihat pada sesuatu selain Allah `Azza wa Jalla. Kemudian ia harus menjaga kemurnian batinnya, dengan tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun. Itu mempersepsikan penglihatan (ru’yah) yang benar. Kemurnian dada (shadr), terdiri dari harapan dan kepuasan terhadap Kehendak-Nya. Kemudian kemurnian rohani, yang terdiri dari tawaduk dan penghormatan. Kemudian kemurnian perut, yang tergantung pada hanya makan makanan yang halal, dan penghematan. Ini diikuti dengan kemurnian tubuh, yaitu dengan meninggalkan syahwat. Ini diikuti dengan kemurnian tangan, yang terdiri dari kesalehan dan usaha. Kemudian kemurnian dari dosa, yaitu menyesali kesalahan di masa lalu. Selanjutnya kemurnian lidah, yang terdiri dari zikir dan istighfar. Lalu ia harus mensucikan dirinya dari kelalaian dan kelambanan, dengan mengembangkan ketakwaannya.
Kita harus selalu memohon ampun, berhati-hati dalam semua urusan kita, mengikuti jejak orang-orang yang baik dan saleh, mengikuti ajaran batin mereka, dan menjaga kalbu dari segala bisikan.
Jadilah orang yang mendapat hidayah dari ajaran syekh kalian, karena mereka merupakan obat yang lebih mujarab dibandingkan dengan membaca buku.
Kalian harus menjaga asosiasi dengan seorang syekh. Dalam asosiasi tersebut kalian harus menjaga kalbu kalian dari tindakan menggunjing, dan kalian tidak boleh berbicara dalam kehadiarannya dengan suara keras, dan tidak pula menyibukkan diri dengan salat dan ibadah sunnah dalam kehadiran mereka. Jagalah hubungan dengan mereka dalam segala hal. Jangan bicara ketika mereka bicara. Dengarkan apa yang mereka katakan. Jangan melihat apa yang mereka lakukan di rumah mereka dan di dapur mereka. Jangan melihat pada syekh lainnya tetapi jagalah kepercayaan bahwa syekh kalian akan membuat kalian sampai. Dan jangan pernah menghubungkan kalbu kalian dengan syekh lainnya, karena hal itu bisa membahayakan kalian. Tinggalkan bagaimana pun kalian telah dibesarkan semasa kanak-kanak kalian.
Dalam menjaga syekh kalian, kalian tidak boleh menyimpan apapun di dalam kalbu kalian kecuali Allah dan Asma-Nya.
Suatu ketika aku pergi menemui syekhku, Syekh `Ali ar-Ramitani (q). Ketika aku memasuki hadiratnya, beliau berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, aku melihat suatu keinginan untuk Mi’raj di dalam kalbumu.’ Segera setelah beliau mengatakan hal itu beliau menempatkan aku dalam keadaan ru’yah (mendapat suatu penglihatan) di mana aku melihat diriku berjalan siang dan malam, dari negeriku untuk sampai di Masjid al-Aqsha. Ketika aku sampai di Masjid al-Aqsa, aku masuk ke dalam masjid dan aku melihat seseorang di sana, berbusana serba hijau. Beliau berkata kepadaku, ‘Selamat datang, kami telah menunggumu lama sekali.’ Aku berkata, ‘Wahai Syekhku, aku meninggalkan negeriku pada tanggal sekian. Tanggal berapa sekarang?’ Beliau menjawab, ‘Hari ini adalah tanggal 27 Rajab.’ Aku menyadari bahwa aku memerlukan waktu tiga bulan untuk sampai ke masjid itu, dan yang mengejutkan aku, aku sampai pada malam yang sama dengan malam Mi’rajnya Nabi (s).
Beliau (s) berkata kepadku, ‘Syekmu, Sayyid `Ali ar-Ramitani (q) telah menunggumu di sini sejak lama.’ Aku masuk ke dalam, dan syekhku siap untuk memimpin salat.
Beliau memimpin salat malam. Setelah selesai salat, beliau memandangku dan berkata, ‘Wahai anakku, aku telah diperintahkan oleh Nabi (s) untuk menemanimu pergi dari Masjid al-Aqsha ke Sidratul Muntaha, ke tempat yang sama dengan mi’rajnya Nabi (s).’ Ketika beliau selesai bicara, orang yang berbusana hijau membawa dua makhluk yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Kami menunggangi makhluk itu dan melesat ke angkasa. Setiap kali kami naik, kami memperoleh ilmu dari maqam-maqam yang kami lewati antara Bumi dan Langit.
Mustahil untuk menggambarkan apa yang kami saksikan dan kami pelajari dalam mi’raj tersebut, karena kata-kata tidak dapat mengekspresikan apa yang berhubungan dengan kalbu, dan itu tidak akan tersampaikan kecuali melalui rasa dan pengalaman. Kami melanjutkan hingga sampai pada Maqam al-Haqiqat al- Muhammadiyya, yang berada di Hadirat Ilahi. Setelah kami sampai di maqam ini, syekhku lenyap dan aku pun lenyap. Kami melihat bahwa di sana tidak ada yang ada di alam semesta ini kecuali Nabi (s). Dan kami merasa bahwa tidak ada apapun di luar itu kecuali Allah `Azza wa Jalla.
Kemudian aku mendengar suara Nabi (s) kepadaku, ‘Ya Muhammad Baba as- Samasi, wahai anakku, jalan di mana kau berada adalah salah satu di antara jalan yang paling mulia, dan orang-orang yang telah terpilih untuk menjadi bintang dan mercu suar bagi manusia akan diterima di jalan itu. Kembalilah, dan aku akan mendukungmu dengan semua kekuatanku, sebagaimana Allah mendukungku dengan Kekuatan-Nya. Dan jagalah khidmah terhadap syekhmu.” Setelah suara Nabi (s) berakhir, aku mendapati diriku berdiri di hadapan syekhku. Itu adalah sebuah berkah yang luar biasa, untuk berada dalam asosiasi syekh yang sangat kuat, yang dapat membawa kalian pada Hadirat Ilahi. Syekh Muhammad Baba as-Samasi (q) wafat di Samas pada tanggal 10 Jumada al- Akhir tahun 755 H. Beliau mempunyai empat orang khalifah, tetapi Rahasia Silsilah Keemasan diteruskan kepada Syekh Sayyid Amir Kulal ibn as-Sayyid Hamza (q).